Jumat, 05 November 2010

Meresapi perkataan Elihu tentang masalah

Sosok seorang Elihu dapat kita temukan dalam kisah Ayub. Ia diceritakan sebagai  teman akrab, mungkin juga sahabat Ayub, Usianya jauh lebih muda daripada Ayub dan ketiga sahabat Ayub yang lain.

Kita sudah mengetahui bagaimana kisah Ayub yang langsung mengalami beberapa musibah besar dalam waktu sehari saja. Dari aset kekayaan berupa ternak dirampok oleh orang Syeba, diikuti dengan hal yang ganjil di tempat lain yaitu api yang tiba-tiba turun dari langit menyambar dan menewaskan semua ternak miliknya dan para penjaganya, sampai kejadian musibah bencana alam yaitu angin ribut yang merobohkan rumahnya dan menewaskan smua anaknya yang ada di rumah tersebut.  "Sudah jatuh, ketimpa tangga, ketimpa gajah pula!" mungkin itulah peribahasa untuk penderitaan Ayub tersebut.

Tidak cukup sampai di sana, Ayub terkena sakit kulit yang berbau busuk di sekujur badannya, sedangkan istrinya menyumpahinya agar mati saja dan meninggalkan Ayub sebatang kara. Dikatakan di kitab Ayub 2: 12 bahwa para sahabat Ayub tidak mengenalnya lagi saat mereka memandang dari jauh. Saya pikir keadaan Ayub saat itu sangat membuat kaget para sahabatnya. Orang yang dahulu kaya makmur, tiba-tiba menjadi sangat sengsara menderita.

Bagaimana kita meresponi masalah?

Saudara, bagaimana jika kita menjadi teman-teman Ayub saat itu atau bahkan mengalami keadaan hampir seperti Ayub tersebut? Secara akal pengertian manusia, kita bisa mengatakan bahwa Ayub terkena kesialan/ kemalangan karena ia berbuat dosa besar di mata Tuhan. Hal seperti itulah juga yang terus diperkatakan oleh ketiga sahabat Ayub yang berusaha menyadarkan Ayub atas kesalahannya. Sedangkan Ayub di ambang frustasi mengatakan bahwa dia tidak pernah melakukan kesalahan yang setimpal dengan besar masalahnya itu. Ayub pun mengatakan bahwa Allah itu suka menguji manusia sekehendak hatiNya, acuh tak acuh terhadap kejahatan dan Allah itu tidak adil. Bukankah hal seperti ini, sering muncul dalam pikiran kita dan perkataan kita? Kita curiga terhadap Tuhan, kita curiga terhadap sgala keputusanNya. Kita berpikir bahwa Tuhan tidak mengasihi kita. "Mengapa Tuhan membiarkan masalah itu terjadi. Di mana penyertaan Tuhan dan pertolonganNya selama aku setia. Percuma  mempertahankan kesucian hidup, percuma ke gereja, percuma ikut Tuhan."

Seorang Elihu yang mengajarkan untuk meresponi masalah dengan benar

Arti nama Elihu : "He is My God Himself","My God is He", "my God is YAHWEH".

Sudah beberapa hari saya merenungkan dan memahami perkataan Elihu. Memang suatu misteri, kapankah Elihu hadir di tengah-tengah pembicaraan mereka, namun kelihatannya Elihu cukup lama berada di sana sehingga tahu cukup banyak isi pembicaraan antara Ayub dan ketiga sahabatnya. Tanggapan Elihu pun dilanjutkan oleh perkataan Tuhan sendiri. Elihu tidak termasuk dari mereka yang harus meminta maaf kepada Ayub( Ayub 42:7-9).


Beberapa hal yang dapat kita cerna dari pernyataan Elihu :
  1. Penderitaan/ masalah dapat ditimpakan bagi orang yang benar sebagai perlindungan Tuhan terhadap kemungkinan dosa yang lebih besar yang dapat dilakukan orang tersebut jika penderitaan/masalah itu tidak ada. Selain itu masalah itu akan mendidik moral orang tersebut untuk lebih baik lagi. ( Ayub 42: 16-22). Dengan kata lain, penderitaan/ masalah yang kita lalui akan menjadi memori/trauma positif yang nantinya begitu membekas di pikiran kita agar kita lebih wise dalam stiap langkah kita berikutnya. Kita menjadi bijak seperti apa? salah satunya adalah kita semakin rendah hati dan melibatkan Tuhan dalam sgala hal. "Berbahagialah orang yang Kauhajar ya Tuhan, dan yang Kauajari dari TauratMu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka..."- Mazmur 94:12-13.
  2. Kita tidak boleh membanggakan prestasi keberhasilan bahkan di hal rohani sekalipun atau kesucian hidup kita di mata orang lain maupun di hadapan Tuhan, karena itu tetap dosa kesombongan rohani. ( Ayub 33: 8-12)
  3. Belajarlah peka dan tajam akan arahanNya. Tuhan dapat berbicara dengan banyak hal. Semakin luangkan waktu dengan Tuhan untuk mendengarkan FirmanNya. Mengambil hikmah dalam setiap masalah adalah yang terpenting. ( Ayub 33:14-15)
  4. Dalam setiap kekelaman masalah seperti apapun, pasti ada jalan keluar dan kelegaan yang Tuhan sediakan saat orang tersebut mau membuka hatinya kepada Tuhan untuk diarahkan.( Ayub 33: 23-30). Begitu banyak orang yang bersedih, mengasihani diri dan berfokus pada besarnya masalahnya, daripada datang kepada Tuhan dengan kerendahan hati. Sadarilah, Yesus lebih besar dari masalah kita, bahkan dari hobi, pekerjaan, keluarga, cita-cita, orang yang kita cintai sekalipun. 
  5. Allah itu adil. Tidak selamanya orang benar dimurnikan (Mazmur 66:10), dan tidak selamanya orang fasik dibiarkan hidup aman berbuat dosa. Sebagai orang tua, kita tentu lebih berfokus bagaimana mendidik anak kita daripada anak tetangga bahkan anak saudara kita, agar anak kita sendiri menjadi anak yang bertanggung jawab dan patuh kepada kita. Tuhan tentu lebih sering memberikan perhatian dan pengawasan kepada kita anak-anakNya (Ibrani 12:6), daripada mereka yang menolak Dia. Jadi jangan heran kita sebagai anakNya merasakan teguran dan hajaran yang lebih sering kita alami dibanding orang lainnya. Pahami benar-benar hal tersebut.
Mari kita lebih lagi memahami dan mengerti hati Tuhan di balik setiap masalah yang ada. Jangan kita banyak ilmu, banyak bicara tapi tanpa pengertian.

Pedoman bagi perenungan kita : Lukas 13:1-5, Yohanes 9:1-3; 11:3-4

Jangan pernah berpikir bahwa masalah kita jauh lebih berat/ besar dari mereka, itu adalah kesombongan. Masalah yang telah kita alami sebelumnya membuat kita rendah hati untuk tidak menghakimi mereka yang dilanda masalah besar/kecil seperti kita. Selain itu kita bisa menguatkan hati mereka dengan menceritakan bagaimana penyertaan Tuhan yang tetap nyata dalam hidup kita - 2 Korintus 1:3-5

0 comments:

Posting Komentar