Rabu, 07 Juli 2010

Belajar dari Yehuda yang beroleh kemuliaan Tuhan

Kejadian 49:8-12. “Yehuda, engkau akan dipuji oleh saudara-saudaramu, tanganmu akan menekan tengkuk musuhmu, kepadamu akan sujud anak-anak ayahmu. Yehuda adalah seperti anak singa: setelah menerkam, engkau naik ke suatu tempat yang tinggi, hai anakku; ia meniarap dan berbaring seperti singa jantan atau seperti singa betina; siapakah yang berani membangunkannya? Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa. . . .” Itulah berkat buat Yehuda dari Yakub, ayahnya sebelum ia meninggal. Suatu berkat yang luar biasa yang menyerupai berkat kesulungan, padahal dia bukan anak sulung, dia adalah anak yang keempat dari Yakub dan Lea.

Apa yang membuat dia begitu istimewa, sehingga dari keturunannya terdapat tokoh-tokoh Alkitab yang mencetak sejarah yang hebat, seperti Boas, Daud, Hizkia, Yosia, Zerubabel bahkan Yesus Tuhan kita sengaja dimasukkan dalam garis keturunan Yehuda (Matius 1). Selain itu bukankah, Tuhan Yesus disebut juga "Singa dari Yehuda" ? (Wahyu 5:5)



Siapakah Yehuda? Ia yang akhirnya beroleh hajaran berkali-kali lipat dari Tuhan karna kesalahannya

Yehuda sebenarnya adalah seseorang yang membenci Yusuf, yang kemudian mengusulkan kepada semua saudaranya untuk menjual Yusuf sebagai budak Mesir melalui tangan seorang Ismael (Kejadian 37: 26-28). Ia dan semua saudaranya mendapat perlakuan kasih yang berbeda dengan Yusuf, maka dari itu mereka merasa cemburu.

Kejadian 37:4 Setelah dilihat oleh saudara-saudaranya, bahwa ayahnya lebih mengasihi Yusuf dari semua saudaranya, maka bencilah mereka itu kepadanya dan tidak mau menyapanya dengan ramah.

Yakub, ayah mereka berkabung dengan sangat atas kehilangan Yusuf yang dikiranya telah mati diterkam binatang buas. Karena menyaksikan ayahnya tersebut, kemungkinan hatinya menjadi muak, sehingga ia meninggalkan saudara-saudaranya dan berniat merantau keluar ( Kejadian 38:1).

Di tempat perantauan itu, Yehuda mengambil seorang istri yaitu seorang perempuan Kanaan, tanpa persetujuan dan berkat orang tuanya. Yehuda mempunyai 3 anak laki-laki yang dilahirkan dari Syua, istrinya itu. Saat tiba yang sulung yaitu Er menikah dengan seorang perempuan bernama Tamar, Tuhan membunuh Er itu karena ia berkelakuan jahat di mata Tuhan. Menurut tradisi saat itu, adiknya yang bernama Onan yang harus menggantikan Er, supaya membangkitkan keturunan bagi Er, kakaknya tersebut. Namun Onan tidak mau warisan ayahnya (yang sekarang jadi miliknya), beralih ke tangan anak yang nantinya dikandung oleh kakak iparnya, sehingga ia membiarkan maninya terbuang. Tuhan memandang itu sebagai hal yang jahat, karena Onan lari dari tanggung jawabnya, sehingga Tuhan membunuhnya. Dua peristiwa kematian anak-anaknya yang berturut-turut membuat luka hati yang begitu dalam buat Yehuda. Ia menjanjikan kepada Tamar, menantunya, bahwa Syela, anaknya yang ketiga yang akan dinikahkan kepada Tamar, namun disuruhnyalah Tamar menunggu sampai usia Syela besar. Sebenarnya Yehuda kuatir nanti anaknya yang terakhir meninggal juga (atau mungkin ia juga berusaha lari dari tanggung jawab), sehingga ia keberatan dan terkesan mengulur-ulur waktu kepada menantunya itu. Kesedihan Yehuda bertambah dengan kematian istrinya pula tak lama kemudian ( Kejadian 38:2-12a). Yehuda perlu melewati banyak proses waktu dihajar Tuhan untuk menyadari bahwa kehilangan anak sulung dan yang kedua, memulangkan menantu dan kehilangan istri, semua itu adalah hukuman dari Tuhan, karena kesalahannya yang dahulu.

Setelah berkabung akan istrinya, Yehuda bertemu dengan seorang perempuan berselubung yang dikiranya sebagai perempuan sundal. Ia bersetubuh dengan perempuan itu, akhirnya perempuan itu hamil, tapi perempuan itu tidak dapat dijumpai lagi olehnya. Setelah lewat 3 bulan, terdengar kabar bahwa Tamar, menantunya telah hamil karena bersundal/melacur. Yehuda menjadi marah besar, namun setelah diketahui dengan bukti-bukti yang jelas, bahwa ternyata perempuan yang berselubung yang tempo hari itu adalah menantunya (dengan kata lain menantunya hamil karena bersetubuh dengan dia), Yehuda tidak bisa berkata-kata lagi dan mengakui kesalahannya yang mengulur-ulur waktu menikahkan anaknya yang ketiga dengan Tamar ( Kejadian 38:12b-26). Dalam kecelaan Yehuda, Tamar melahirkan anak kembar, tetapi anak-anak itu bukan anak dari istrinya, bukan juga cucunya. Kejadian-kejadian inilah yang membuat dia memahami ayahnya, yaitu Yakub yang telah kehilangan anaknya dan bagaimana tanggungan seorang ayah yang begitu besar dalam keluarga. Dari sanalah, Yehuda berubah sikap hatinya dan pulang kepada ayahnya.

Memiliki jiwa seorang pemimpin yang mau berkorban, bertanggung jawab dan berintegritas

Setelah itu, sebuah peristiwa kelaparan terjadi merata di bumi, sehingga ia dan semua saudaranya, kecuali Benyamin, harus keluar untuk membeli bahan makanan dan diterima sebuah kabar bahwa ada gandum di Mesir ( Kejadian 42:1-5). Singkat cerita, Yusuf yang saat itu sudah menjadi penguasa kedua di Mesir berniat menguji hati mereka dengan beberapa kejadian ganjil, yang pada akhirnya mengharuskan Benyamin ikut ke Mesir. Yakub menjadi duka saat dikatakan bahwa Benyamin harus pergi bersama-sama mereka ke Mesir. Lalu, berkatalah Yehuda kepada Israel, ayahnya. Firman Tuhan di Kejadian 43: 8, mencatat : “kepada Israel”, bukan “kepada Yakub”. Tuhanlah yang menamakan Israel kepada Yakub (Kejadian 32:28; 35:10), seperti Abram menjadi Abraham. Dengan kata lain, Yehuda tidak hanya mengatakan di hadapan ayahnya, tapi juga di hadapan Tuhan yang menjadi saksi atas kesungguhan perkataannya, bahwa dia bersedia menanggung dosa selama-lamanya dan memastikan semuanya menjadi lancar. Jiwa kepemimpinan Yehuda tiba-tiba menonjol daripada semua saudaranya. Dia merasakan dengan pasti bagaimana perasaan Yakub kepada Benyamin saat itu, karena itu sama persis dengan bagaimana perasaan kuatir dirinya kepada Syela, anaknya yang ketiga.Yakub memiliki banyak anak, namun Yehudalah yang mengerti hati ayahnya ini. Karena ia memiliki anak, ia dapat mengerti hati seorang ayah.

Kejadian 43:8-10 Lalu berkatalah Yehuda kepada Israel, ayahnya: "Biarkanlah anak itu pergi bersama-sama dengan aku; maka kami akan bersiap dan pergi, supaya kita tetap hidup dan jangan mati, baik kami maupun engkau dan anak-anak kami. Akulah yang menanggung dia; engkau boleh menuntut dia dari padaku; jika aku tidak membawa dia kepadamu dan menempatkan dia di depanmu, maka akulah yang berdosa terhadap engkau untuk selama-lamanya. Jika kita tidak berlambat-lambat, maka tentulah kami sekarang sudah dua kali pulang."

Demikian pula saat dia berbicara kepada penguasa kedua di Mesir (yang sesungguhnya adalah Yusuf, namun mereka tidak mengetahuinya), bagaimana dia membela Benyamin, karna Benyamin harus menjadi budak Mesir akibat suatu kejadian yang bukan salahnya.

Kejadian 44:18-34. Lalu tampillah Yehuda mendekatinya dan berkata: "Mohon bicara tuanku, izinkanlah kiranya hambamu ini mengucapkan sepatah kata kepada tuanku dan janganlah kiranya bangkit amarahmu terhadap hambamu ini, sebab tuanku adalah seperti Firaun sendiri. . . . hambamu ini telah menanggung anak itu terhadap ayahku dengan perkataan: Jika aku tidak membawanya kembali kepada bapa, maka akulah yang berdosa kepada bapa untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu, baiklah hambamu ini tinggal menjadi budak tuanku menggantikan anak itu, dan biarlah anak itu pulang bersama-sama dengan saudara-saudaranya. Sebab masakan aku pulang kepada ayahku, apabila anak itu tidak bersama-sama dengan aku? Aku tidak akan sanggup melihat nasib celaka yang akan menimpa ayahku."

Yehuda yang memohon di depan penguasa Mesir itu bukan lagi Yehuda yang saat menjual Yusuf di masa lalu. Sekarang ia menjadi seseorang yang mawas diri, bertanggung jawab dan berintegritas dengan apa yang dia katakan di hadapan Tuhan dan ayahnya. Dia menjadi seorang yang rendah hati pula.

Yehuda sebelumnya bukanlah orang yang hidup suci tingkah lakunya, dia suka birahi dan emosional, namun perjalanan hidupnya diakhiri dengan penyesalan dan pertobatan menjadi orang yang berbeda, orang yang bertanggung jawab buat keluarganya, orang yang memperjuangkan kesatuan keluarga bahkan menjaga hati ayahnya dari duka yang sangat. Sejak saat itulah, Tuhan membuat Yakub dapat memandang Yehuda, anaknya ini sebagai seorang yang jauh berbeda, seseorang yang bisa memimpin dan berdiri untuk mewakili dirinya ( Kejadian 46:28). Bahkan, berkat Yakub kepada Yehuda menurut saya lebih "keren" dibandingkan smua saudaranya. ". . . engkau akan dipuji oleh saudara-saudaramu, tanganmu akan menekan tengkuk musuhmu, kepadamu akan sujud anak-anak ayahmu . . . Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya . . ."

Bagaimana dengan kita? Tidak peduli dari manakah awal perjalanan kita mengikut Tuhan, namun seperti apakah kita akan mengakhiri perjalanan ini. Mungkin sebelumnya “sesuatu itu” kita awali dengan daging, ketidak tulusan, namun belum terlambat bagi kita untuk bertobat kembali dan mengakhirinya dengan sebuah perbedaan. Seperti yang telah saya katakan di seri Pertobatan Raja Manasye, hidup radikal dan militan yang sejalan dengan pertobatan kita itu sangat penting.

Selain itu, hajaran Tuhan untuk menyadarkan dan memproses karakter kita mungkin sangat keras dan mungkin memprihatinkan bagi kebanyakan orang, seperti hajaran Tuhan kepada Yehuda dengan kematian istri dan anak-anaknya. Namun, memang kita adalah tanah liat yang sedang ditekan-tekan, diputar-putar, diolah, dibentuk, diukir dan dipanaskan olehNya untuk menjadi sebuah bejana kemuliaanNya. Sakit? Saya katakan sakit sekali buat jiwa dan daging kita. Mari, sama-sama kita mengalami dan merasakan dibentuk oleh tangan seorang Penjunan Agung, karena berkat dan kemuliaan yang lebih besar sedang menanti kita..

Yesaya 64:8 Tetapi Engkau, ya TUHAN, adalah Bapa kami, kami tanah liat, dan Engkau yang membentuk kami; kami semua adalah buatan tangan-Mu.


Yeremia 18:4-6 Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya. Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya: Hai umat-Ku, masakan Aku tidak dapat berbuat kepadamu seperti yang dilakukan tukang itu dengan tanah liatnya? Seperti tanah liat dalam tangan tukang periuk, demikian juga kamu dalam tangan-Ku…

Mazmur 119:71. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu.

2 komentar: