Ilustrasinya seperti ini: Kita berada dalam peperangan melawan raksasa “Goliat” dalam hidup kita, entah itu penyakit, keluarga, karakter, atau pergumulan lainnya. Dalam kurun waktu tertentu, kita mencari Tuhan, dan akhirnya Tuhan menjamah hidup kita. Seperti Daud memakai batu licin, kita mengalahkan “Goliat” kita.
Namun, beberapa minggu, bulan, atau mungkin tahunan kemudian, semua gejala lama itu tiba-tiba datang lagi. Bila kita dulu bergumul dengan karakter marah misalnya, sekarang itu datang lagi malah dengan kondisi yang lebih buruk. Bila kita dulu bergumul dengan masalah hubungan dan perkataan, sekarang seolah-olah semua kemajuan itu lenyap dan kita kembali ke titik awal. Mungkin banyak lagi contoh lainnya dari kita, mungkin semacam ikatan dosa masa lalu yang sebenarnya sudah dilepaskan tapi seakan-akan belum, mungkin semacam peperangan rohani yang kita tahu bahwa itu sudah dibereskan di masa lalu, namun terulang kembali akhir-akhir ini. Apakah “Goliat” itu belum benar-benar dikalahkan?
Pengalaman yang seperti itu dapat menguras iman dari hati kita. Kita bisa kehilangan harapan dan kuasa iman. Jiwa kita bisa mengalami kelumpuhan rohani. Mungkin kita masih pergi ke persekutuan dan gereja, namun iman kita sudah tidak aktif. Ketika orang lain memberi kesaksian tentang kemenangan yang diterimanya, kita bisa berpikir kalau mereka juga akan kalah pada akhirnya. “Apakah saya kehilangan kemenangan itu atau hanya menipu diri karena sebenarnya saya tidak pernah benar-benar memperolehnya?”
Daud pun pernah mengalaminya.
Musuh kita adalah keturunan dan saudara Goliat
II Samuel 21:15-22 Ketika terjadi lagi peperangan antara orang Filistin dan orang Israel, maka berangkatlah Daud bersama-sama dengan orang-orangnya, lalu berperang melawan orang Filistin, sampai Daud menjadi letih lesu. Yisbi-Benob, yang termasuk keturunan raksasa--berat tombaknya tiga ratus syikal tembaga dan ia menyandang pedang yang baru--menyangka dapat menewaskan Daud. Tetapi Abisai, anak Zeruya, datang menolong Daud, lalu merobohkan dan membunuh orang Filistin itu. … Sesudah itu terjadi lagi pertempuran melawan orang Filistin di Gob; pada waktu itu Sibkhai, orang Husa, memukul kalah Saf, yang termasuk keturunan raksasa. Dan terjadi lagi pertempuran melawan orang Filistin, di Gob; Elhanan bin Yaare-Oregim, orang Betlehem itu, menewaskan Goliat, orang Gat itu, yang gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun. Lalu terjadi lagi pertempuran di Gat; dan di sana ada seorang yang tinggi perawakannya, yang tangannya dan kakinya masing-masing berjari enam: dua puluh empat seluruhnya; juga orang ini termasuk keturunan raksasa. Ia mengolok-olok orang Israel, maka Yonatan, anak Simea kakak Daud, menewaskannya. Keempat orang ini termasuk keturunan raksasa di Gat; mereka tewas oleh tangan Daud dan oleh tangan orang-orangnya.
Daud sendiri telah mengalahkan Goliat di masa mudanya, namun suatu ketika ia dihadapkan kembali dengan raksasa Goliat, tidak hanya satu raksasa, tapi 4 raksasa berturut-turut dalam satu peperangan. Dikatakan ia sudah menjadi letih lesu. Memang tidak jelas dikatakan bahwa ia letih lesu sesudah atau sebelum bertemu 4 raksasa tersebut; Namun jelas kita bisa mengetahui bahwa melawan “sesuatu yang tidak benar” dan mengusahakan “sesuatu yang benar” itu benar-benar bisa membuat letih tubuh-jiwa kita. Melayani jiwa-jiwa dengan aneka ragam karakter dan respon hati, bekerja di kantor dengan sikap hidup benar, mengatakan “tidak” jika disuruh berbohong atau semacamnya; Pada satu titik tertentu, kita tiba-tiba merasa jenuh dan tertekan keadaan jiwa kita, mungkin saat itu keadaan tubuh kita juga sudah letih, tapi tiba-tiba tubuh-jiwa kita dipaksa lagi untuk melawan dan mengusahakan sesuatu . . . dan musuh yang kita hadapi berikutnya adalah Goliat yang pernah ada di masa lalu kita. Mungkin Daud berpikir, “Aku kira aku sudah membunuhnya. Bagaimana ia bisa datang lagi?” Goliat yang sudah kita kalahkan tidak datang lagi, ia sudah mati. Kemenangan kita di masa lalu sudah disempurnakan dengan darah Yesus. Yang kita hadapi sekarang adalah keturunan dan saudara Goliat itu. Peperangan itu kelihatan seperti peperangan yang sama, namun beda level.
Kita sudah berada dalam keadaan saat ini, kita sudah melewati berbagai rintangan dan proses berkat pertolongan Tuhan, kita sudah memperoleh banyak keluputan dan kemenangan bersama Tuhan. Hanya karena raksasa yang sekarang kita hadapi kelihatan sama seperti yang telah kita kalahkan, jangan percaya kebohongan bahwa kita tidak pernah benar-benar memenangkan peperangan yang pertama itu.
Agaknya Iblis sedang menyamar sebagai mantan musuh kita supaya dapat melemahkan iman kita dan mendapat jalan masuk kembali dalam hidup kita. Jangan berkompromi dengan iblis. Tolak dia. Jangan terima kebohongan bahwa kita belum pernah dibebaskan. Berdirilah dalam iman karena iman kita adalah kemenangan yang mengalahkan dunia (I Yohanes 5:4). Allah kita yang hidup yang menolong kita mengalahkan Goliat akan memberi kuasa pada kita kembali untuk mengalahkan raksasa lainnya juga. Amin.
Kekuatan sebuah tim
Sekali lagi, tidak pernah bosan-bosannya kita diingatkan kembali bagaimana Daud yang letih lesu beroleh kemenangan karena ada yang menopangnya. Yang mengherankan saya, yang mengalahkan semua raksasa tersebut adalah anak buah Daud yang menyertainya.
II Samuel 21:17 “Pada waktu itu orang-orang Daud memohon dengan sangat kepadanya, kata mereka: "Janganlah lagi engkau maju berperang bersama-sama dengan kami, supaya keturunan Israel jangan punah bersama-sama engkau."
Dengan kata lain, mereka berkata kepada Daud seperti ini : “Serahkan mereka pada tangan kami, lebih baik engkau menyegarkan diri dan menenangkan diri di dalam Hadirat Tuhan. Lagipula engkau adalah bagian terpenting dari tim kami. “ Daud adalah seorang raja, jika ia dikalahkan maka seluruh kerajaan harus tunduk kepada Filistin. Mereka tidak menghendaki seperti itu. Mereka memahami posisi Daud saat itu. Mereka tidak mementingkan diri sendiri, mereka mementingkan keadaan Daud saat itu, mereka mementingkan kepentingan bersama, yaitu kepentingan kerajaan.
Filipi 2:3-4 “ . . . hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga “
Itulah kekuatan sebuah tim. Yang lemah menopang yang lain (Pengkhotbah 4:9-12). Kita membutuhkan orang lain untuk menopang kita. Tidak ada dari kita yang benar-benar tidak membutuhkan orang lain. Kita belajar untuk mementingkan keadaan teman kita. Menopang dalam doa, kasih dan penghiburan adalah karakter Kristus (Filipi 2:1).
"Tidak selalu kita sendiri yang harus menghadapi raksasa-raksasa itu, namun kadang Tuhan berikan teman-teman untuk membantu kita mengalahkan raksasa-raksasa kita!"
0 comments:
Posting Komentar