Lukas 14:33 "Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku. "
Sudah hampir dua minggu ini, ada suatu impresi yang makin lama makin kuat tentang kata "melepaskan". Berawal dari rhema yang begitu kuat tentang Ishak dan Yakub yang sebenarnya berniat saya sharingkan hampir dua minggu lalu; namun saya ingin menghidupi dahulu dan merenungkan sebelum saya sharingkan di post ini. Impresi itu begitu kuat itu seakan-akan menghadapkan saya pada pilihan yaitu "Mau hidup tenang seperti Ishak" atau "Mengalami sengsara seperti Yakub". Bagi saya dan anda semua, pasti ingin berkata "mau sperti Ishak, tenang dijamin Tuhan sampai masa tuanya", namun saya menangkap arti yang lebih dalam lagi, bahwa sebenarnya Yakub bisa seperti Ishak, jika Yakub punya karunia untuk melepaskan, untuk mengimbangi karakter utamanya yang tidak mau mengalah itu. Saya bisa seperti Ishak, jika saya memiliki karunia untuk melepaskan, yaitu melepaskan segala ikatan dunia ini. Ishak hidup dalam anugrah Tuhan, bagaimana dia tetap bekerja sebagai penabur, namun begitu hebatnya Tuhan jagai hasil taburannya dan dilipatgandakan. Itu karena Ishak memiliki iman yang sungguh untuk menyerahkan dan melepaskan bagaimana hasil taburannya nanti kepada tangan Tuhan.
Dini hari jam 12 malam tadi, seakan-akan Tuhan menunggu keputusan saya, saat itu saya belum bisa tidur karena ada kegelisahan dalam hati. Saya tahu saya harus berdoa di kamar saya. Saya hanya menangis dan menangis saat itu, karena hati saya begitu gelisah. Saya meminta ampun atas dosa dan pelanggaran saya, ketakutan, kekuatiran saya selama ini. Seperti Daud di Mazmur 55, kira-kira seperti itulah keadaan saya saat itu." . . . Aku dirundung takut dan gentar, perasaan seram meliputi aku. . . . " Namun doa seruan itu ditutup dengan kalimat yang indah, ". . .Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah. . ." Kekuatiran dan ketakutan saya akan kecaman musuh, akan hal-hal yang saya gumulkan selama ini, akan keadaan akhir zaman ini, harus saya serahkan, harus saya lepaskan. Tidak hanya itu, semua ikatan yang ada dalam hati dan pikiran saya, yang bisa menimbulkan ketakutan dan kekuatiran, harus saya lepaskan. Saat itu, Bapa menjamah saya seperti seorang ayah kepada anaknya, Dia kuatkan hati saya untuk memilih apa yang benar seperti apa yang Dia mau. Saya panggil Dia, "Ayah!", karena saya dekat dengan Bapa saya. Dia mengajar saya bagaimana saya bersikap sebagai muridNya, yaitu meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Dia( cth: Matius 4:22). Saya tau maksud Tuhan bahwa bukan berarti saya tidak bekerja, meninggalkan orang tua saya, lalu menjadi penuh waktu dalam gereja; tetapi Tuhan mau saya tangkap esensinya yaitu meninggalkan ikatan-ikatan pekerjaan, orang tua, hobi, masa depan dan banyak hal, dari hati saya. Untuk berfokus pada Tuhan, saya harus meninggalkan fokus-fokus hati saya yang lain. Untuk tetap memprioritaskan Tuhan di atas segalanya, adalah lebih baik dengan meninggalkan semua prioritas yang selain Dia.
Lukas 14:27 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.
Saat itu, saya memutuskan untuk meninggalkan segala sesuatu dari hati saya, dan mau hidup dalam anugrahNya. Saat itu saya percaya saya dimampukan dan diberikan karunia untuk melepaskan segala ikatan hati saya. Ikatan-ikatan saya telah saya salibkan dan tidak boleh berkuasa lagi atas hidup saya.
Saya berdoa dan mengajak kita semua, agar kita pun turut mau meninggalkan ikatan-ikatan dunia ini dan tidak memberatkan suatu apapun untuk dilepaskan, jika kasih kita akan Tuhan tidak ingin menjadi hambar. Anda pasti akan mengalami sperti yang saya alami, ketika kita diperhadapkan 2 pilihan di hadapan Tuhan. Siapkan kita dengan apa yang nanti kita pilih? Tanggalkan segala sesuatu dan mengikut Dia?
I Yohanes 2:15 Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.
0 comments:
Posting Komentar