Senin, 23 Agustus 2010

Kami berbeda dari Korah-ayah kami !

“Kami tidak mau berdiri di sampingmu ayah! Kami membuat keputusan yang benar!”


Bilangan  16:1-2. Korah bin Yizhar bin Kehat bin Lewi, beserta Datan dan Abiram, anak-anak Eliab, dan On bin Pelet, ketiganya orang Ruben, mengajak orang-orang  untuk memberontak melawan Musa, beserta dua ratus lima puluh orang Israel, pemimpin-pemimpin umat itu, yaitu orang-orang yang dipilih oleh rapat, semuanya orang-orang yang kenamaan.

Korah (arti nama: “Keberanian” ) adalah salah seorang tetua Israel sekaligus Seorang Lewi keturunan Kehat dari keluarga Yishar yang ditugaskan khusus bagi Allah. Tugas Lewi secara turun temurun antara lain memasang dan membongkar Kemah Suci (Bil 1:51). Mereka diharuskan untuk berkemah di sekeliling Kemah Suci tersebut. Mereka harus merawat dan memelihara Kemah Suci bagi keselamatan Israel ( Bil 1:53). Namun, kaum Lewi termasuk Korah harus melayani di bawah pengawasan Harun dan anak-anaknya atas ketetapan Tuhan.(Bil 8:19-22). Agaknya Korah tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Saat itu mereka cemburu (Mazmur 106:16) karena seakan-akan Musa dan Harun yang lebih menonjol dan mendominasi pelayanan imam dibanding para tetua yang lain. Hal itu berarti melawan ketetapan Tuhan atas Israel sehingga oleh Tuhan sendiri, mereka dibinasakan.

Bilangan 26:10-11 tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan. Tetapi anak-anak Korah tidaklah mati.

Anak laki-laki Korah antara lain Assir, Elkana dan Abisal  (Keluaran 6:24). Firman Tuhan mencatat bahwa anak-anak Korah tidak turut dalam bilangan yang dibinasakan Tuhan baik saat tanah membelah dan api yang turun.

Sebelumnya, Tuhan memerintahkan Musa agar umatNya membuat pilihan sendiri. Mereka yang mau bergabung bersama Korah, Datan dan Abiram harus tinggal berdiri di sampingnya, sedangkan mereka yang tahu hal yang benar meninggalkan ketiga orang itu.

Bilangan 16:23-26. Maka berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Katakanlah kepada umat itu: Pergilah dari sekeliling tempat kediaman Korah, Datan dan Abiram." Lalu pergilah Musa kepada Datan dan Abiram, dan para tua-tua Israel mengikuti dia. Berkatalah ia kepada umat itu: "Baiklah kamu menjauh dari kemah orang-orang fasik ini dan janganlah kamu kena kepada sesuatu apapun dari kepunyaan mereka, supaya kamu jangan mati lenyap oleh karena segala dosa mereka."

Suatu pilihan yang sangat berat bagi anak-anak Korah antara membela ayah mereka atau berpegang pada hal yang benar. Kita dapat bayangkan betapa sedihnya hati Korah, demikian pula anak-anak Korah saat mereka harus berpisah, karena ternyata anak-anaknya tidak memihaknya. Mungkin bagi Korah, anak-anaknya sungguh membuat hatinya kecewa, karena ternyata mereka berada di pihak seberang. Mungkin anak-anak Korah berkata dari kejauhan, “Maafkan kami ayah. Kami mengasihi ayah, tapi ini keputusan yang menurut kami adalah keputusan yang benar. Ayah telah mengajar kami bagaimana membuat pilihan, inilah pilihan kami sendiri” . . . dan tiba-tiba tanah tempat ayah mereka berdiri tiba-tiba terbelah… Oleh karena itu, kita temukan di Mazmur, selain nyanyian Daud dan nyanyian Bani Asaf, tercatat juga nyanyian Bani Korah. Itulah nyanyian anak-anak Korah dan keturunan mereka. Mereka tetap mendapat bagian yang mulia dari Tuhan.

Membuat keputusan itu sulit, apalagi jika keputusan itu berkaitan dengan moral dan hati nurani. Saat anak-anak Korah tidak membela ayah mereka, kita bisa tahu bagaimana hati nurani seorang anak yang menuduh mereka. Betapa sakit dan sulitnya membuat keputusan yang benar yang bisa menyakitkan hati kita dan kadang hati orang lain. Bagaimana dengan kita? Mungkin orang tua kita, saudara, teman ataupun bos kita menghendaki kita melakukan A dan B yang kita tahu pasti itu tidak benar. Bahkan itu menyudutkan kita yang memiliki posisi sebagai anak ataupun karyawan. Kita mendapat hasutan, ancaman dan sindiran dari mereka. Mungkin kita takut orang tua kita akan marah atau sedih, karena keputusan kita bertentangan dengan keinginan mereka. Demikian pula, dengan bos kita, kita takut dipecat dan dikucilkan dari posisi kita, padahal sekarang cari kerja susah. Mungkin juga kita takut kehilangan teman-teman pergaulan kita, saat kita tidak setuju dengan keinginan mereka.

Kebanyakan untuk memilih yang benar, kita dihadapkan pada hal yang menyakitkan dan bisa rugi, tapi itu tetap hal yang benar yang dinilai oleh Tuhan. Hal inilah yang membangun karakter seseorang, apakah dia seorang yang takut akan Tuhan atau tidak.

Memang ada kasus khusus ketika kita tidak bisa langsung secara frontal untuk menjalankan apa yang kita putuskan, namun Tuhan mengatakan: “. . . hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Matius 10:16. Terjemahan lainnya dalam versi Amplified lebih kuat maknanya.

“ be wary(-waspada) and wise(-bijaksana) as serpents, and be innocent (harmless(-tidak berbahaya), guileless(tidak berakal bulus), and without falsity(-kepalsuan) ) as doves. “ – Amplified Bible version



Tuhan mengajarkan suatu strategi dalam kehidupan kita tentang bagaimana menjalankan suatu keputusan yang benar, yang sebenarnya keputusan itu bisa mengancam posisi kita seperti domba di tengah-tengah serigala.  Kita tetap harus berpegang pada yang benar, melakukan yang benar, namun diperlukan bagaimana bertindak dan berkata bijaksana; Biarlah tindakan dan perkataan kita tidak kembali mengancam orang lain yang tidak kita setujui keinginannya. Tidak ada tindakan kita yang membuat orang lain berpikir bahwa tindakan kita adalah tipu muslihat dan kepalsuan/kemunafikan. Entah seberapa gigih kita mempertahankan keputusan kita yang benar, akan membuktikan bahwa kita orang yang berprinsip dan mempunyai pendirian teguh; hal ini juga yang akan dihargai oleh orang lain, bahkan mereka yang melawan keputusan kita. Saya tidak mengajarkan tentang pembenaran diri sendiri, tapi mempertahankan keputusan yang benar-benar sesuai dengan Firman Tuhan.


Apa yang saya sharekan memang bukan hal yang praktikal mudah dilakukan, tetapi saya percaya dengan doa meminta tuntunan Tuhan yang selalu sertai kita, maka tidak ada yang mustahil bagi kita orang percaya. Amin.

0 comments:

Posting Komentar