Dari pembawaan firman yang saya sharingkan di komsel Rekom Sion- 18 Feb 2011
Bileam bukan tergolong dari rombongan bangsa Israel yang menuju ke tanah Kanaan, jadi kemungkinan besar dia bukan orang Israel, namun dia beroleh karunia besar untuk dapat mendengarkan suara Tuhan Allah Israel. Balak, seorang raja Moab memanggilnya agar Bileam mengutuk bangsa Israel ( Bilangan 22: 5-6).
Bileam adalah seorang "nabi" yang tanpa integritas. Seorang yang berintegritas adalah apa yang ada di dalam dirinya sama dengan apa yang kelihatan dari luar. Dalam perkataannya, Bileam terlihat seperti orang yang takut dan setia pada Allah, "Sekalipun Balak memberikan kepadaku emas dan perak seistana penuh, aku tidak akan sanggup berbuat sesuatu, yang kecil atau yang besar, yang melanggar titah TUHAN, Allahku."-Bilangan 22: 18, namun hal ini berbeda dengan isi hati Bileam sesungguhnya. Bileam tahu dengan jelas bahwa Allah melarang dia untuk ikut pergi ke Moab dan mengutuk bangsa Israel (Bilangan 22: 12). Pertama kali Bileam menolak pemberian upah dan kedatangan para tua Moab, namun ketika Balak mengutus kembali para tua Moab yang lebih terhormat dan upah yang sangat banyak kepadanya, Bileam mulai mencobai Allah, membujuk Allah agar mengubah pikiranNya. Tiba-tiba, di ayat 20, Tuhan Allah menyuruh Bileam ikut dengan mereka. Namun seiring kepergian Bileam, murka Allah timbul atasnya ( Bilangan 22: 22). Hati-hati ! Kadang Allah mengabulkan keinginan hati seseorang yang sebenarnya Tuhan tidak kehendaki. Ada banyak anak Tuhan yang tahu bahwa ada sesuatu dalam hidup mereka yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, namun mereka tetap meminta Allah sampai Dia berkata "Ya!". Kemudian mereka mengelabui diri sendiri dengan pikiran "Allah sendiri berkata boleh. bahkan ada peneguhan yang kutrima!". Bukannya berkat yang akan kita terima, tapi sebenarnya Tuhan sedang memberi pelajaran dalam hidup kita yang akan mengeringkan jiwa kita (Mazmur 106:14-15).
Dalam ayat-ayat selanjutnya, kita akan mengetahui dengan jelas bahwa Bileam memiliki sifat kanak-kanak dalam hidupnya.
Adapun sifat tersebut adalah :
Anak kecil menganggap dirinya adalah pusat dari alam semestanya. Segala sesuatu harus ikuti caranya. Bersikeras dengan kemauannya sendiri. Bileam memukul keledainya sebanyak 3 kali, karena keledai itu tidak mau menuruti keinginannya. Bilangan 22: 28. Di sinilah letak kemurahan Tuhan, Dia tidak mau membiarkan Bileam ada dalam murka-Nya, sehingga Ia membuat perjalanan Bileam terhalang dan terhambat, supaya Bileam mengecek kembali keadaan hidupnya. Apakah kita tahu, mungkin saja berkali-kali kita mengalami hambatan dan halangan dalam suatu pekerjaan adalah agar kita mengecek kembali jalan hidup kita apakah hal itu sudah berkenan di hadapanNya, agar kita mengecek kembali apakah itu ada dalam kehendak Tuhan atas hidup kita.
Ada banyak Bileam di gereja Tuhan hari -hari ini yang menurunkan standar ilahi, mengesahkan tunasusila, homo/lesbi, mendorong penceraian, berkompromi dengan dosa, mendukung ketiadaan hukum (kedurhakaan). Mereka mungkin adalah pelayan-pelayan yang dulunya menerima kuasa dan karunia dari Allah, tapi sekarang telah mundur jauh dari Allah.
Contoh yang paling mudah kita temui adalah bagaimana kita memilih pekerjaan dan pasangan hidup. Kita sudah tahu bahwa kita harus memilih pasangan hidup yang minimal seiman, namun kita beralasan bahwa kita bisa menobatkan dia, membawa dia ke gereja dan sebagainya. Kita sudah tahu bahwa pekerjaan itu tidak membawa damai sejahtra bagi kita, namun kita berpikir bahwa itu tidak apa-apa karna gajinya yang besar.
Tidak sensitif dengan kebutuhan orang lain. Jelas, orang yang sudah mementingkan ke-aku-annya, egoisnya, maka ia tidak lagi peka dengan hati orang lain. Dia tidak peduli apakah sikapnya bisa melukai orang lain atau membawa keburukan bersama. Bileam tidak bertanya-tanya kenapa keledainya bertingkah laku aneh, lain dari biasanya.
Menuntut sesuatu dengan caranya sendiri. Dia akan menghalalkan segala cara. Dia akan membangun kubu-kubu pembenaran diri sendiri yang menolak pengenalan akan Allah. Bukannya kita membenci dosa, kita malah menyiasati dosa, hanya takut pada akibat dosa atau lebih parahnya kita merasa kuat menanggung dampak dari dosa itu. Bileam berusaha membujuk Tuhan agar mengubah pikiranNya.
Jika kemauannya tidak terjadi/terhalang, maka ia akan marah besar. Ia akan mundur dari pelayanan, marah kepada Tuhan, "memukul" Tuhan, berkata "tidak tuhan-tuhanan lagi". Ia bisa saja membenci rekan sepelayanannya, kakak rohaninya, maupun orang-orang yang menurutnya adalah penghalang kemauannya tercapai. Inilah yang akan iblis pakai untuk memecah belah atau menyebarkan gosip-gosip di dalam gereja. Bileam marah besar kepada keledainya, sehingga ia memukulnya.
Anak kecil tidak bertanggung jawab dalam tingkah lakunya. Anak kecil tidak lahir dengan sifat taat. Maka dari itu Amsal 22:6 berkata "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu". Tidak heran sedini mungkin, seorang ayah di kalangan Israel mendidik anaknya, mengajarkan hukum taurat kepada anaknya sepanjang hari dan setiap hari. "Tidak bertanggung jawab" adalah sikap yang dilakukan oleh Adam dan Hawa saat kejatuhan mereka dalam dosa. Adam menyalahkan Hawa dan Hawa menyalahkan ular.
Tidak bisa menerima penjelasan. Amsal 22:15. Ia tidak mau menerima koreksi, teguran dan arahan dari orang lain. Ia akan membangun sikap defensif dan pembenaran diri atas perbuatannya. Kadang ketika hamba Tuhan berkata bahwa itu dosa, maka kita bertanya-tanya kenapa tidak boleh, kemudian kita akan mencari info-info atau orang-orang yang menyetujui perbuatan kita yang jelas salah di hadapanNya.
Dan yang terakhir, anak kecil hanya menaati otoritas mutlak. Anak kecil baru berhenti dari perbuatannya yang salah ketika ia benar-benar merasakan rasa sakit, namun itu belum berarti bahwa ia tidak akan mengulangi perbuatannya itu di lain waktu. Bileam baru sadar akan kesalahannya ketika matanya disingkapkan Tuhan bahwa ada malaikat Tuhan yang mau membunuhnya( Bilangan 22: 31-34)
Ketika beranjak dewasa, kita harus membuang sifat kekanakan kita. Tetapi ketika seseorang hanya dewasa dalam usia atau ukuran lama pelayanan, tapi tidak dalam karakter, tanggung jawab, dan disiplin, maka karakter anak-anak masih tetap ada dalam sikap dan pandangannya. Saat itulah, sindrom orang dewasa yang kekanak-kanakan menjadi jelas terlihat.
Lalu apa yang menjadi tolak ukur kedewasaan rohani seseorang, demikian teman saya bertanya. Ia berkata bahwa kalau karakter/moral yang baik juga menjadi tolak ukur yang dipakai dunia. Saya menjawab dengan tegas bahwa tetap beda dan lebih dalam, serta tegas. Tolak ukur kedewasaan rohani bukan sekedar moral baik yang universal, namun moral kita mengarah pada kesempurnaan kepada Bapa (Matius 5:48) dan keserupaan dengan Kristus. Tidak semua kebenaran Firman Tuhan yang kita jadikan tolak ukur kedewasaan rohani dapat diterima oleh dunia. Contoh, bohong putih (berbohong untuk tujuan kebaikan, menolong orang lain) bagi dunia adalah boleh, tapi tidak bagi anak Tuhan. Dengan kata lain, dunia telah menyeleksi tolak ukur kebenaran Firman Tuhan sesuai dengan apa yang mereka mau, apa yang mereka senangi. Atau dapat saya tegaskan sekali lagi, tolak ukur kedewasaan anak Tuhan bukan sekedar moral yang baik, tapi moral yang benar, tegas dan setia pada kebenaran Firman Tuhan.. Karena itulah, Paulus menuliskan surat kepada Timotius agar standar karakter kita melayani Tuhan, bahkan menjadi pemimpin rohani adalah tidak bercacat, sopan dan orang terhormat ( I Tim 3:2-7)
Baca Artikel lain yang berkaitan :
0 comments:
Posting Komentar